Gorontalo, kabarjejakkasus — Dalam sebuah langkah hukum yang sarat dengan muatan kritik terhadap integritas penegakan hukum, Marten Basaur, seorang pengusaha di sektor pertambangan, secara resmi melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran kode etik oleh oknum penyidik Krimsus Polda Gorontalo kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Rabu (21/5/2025). Laporan tersebut diajukan melalui kuasa hukumnya, Rahman Sahi, S.H., M.H., dan diterima langsung oleh pihak Propam Polda Gorontalo.
Inti dari laporan tersebut berfokus pada kejanggalan dalam penerbitan Surat Perintah Penyelidikan (Sprindik) yang menurut pelapor tidak mengindahkan asas legalitas dan akuntabilitas prosedural. Rahman Sahi menjelaskan, terdapat dua cacat mendasar dalam Sprindik yang menjadi dasar penyelidikan terhadap kliennya. Pertama, dokumen tersebut tidak mencantumkan rujukan laporan polisi (LP) atau laporan informasi (LI) sebagai landasan yuridis. Kedua, substansi perkara yang diselidiki terkait hutan lindung dan cagar alam, padahal dugaan praktik yang dialamatkan kepada Marten Basaur berada dalam ranah pertambangan.
“Ketidaksesuaian antara objek penyelidikan dan subjek yang disasar sangat berbahaya dalam perspektif penegakan hukum. Ini membuka ruang tafsir atas potensi penyalahgunaan kewenangan oleh penyidik,” ujar Rahman Sahi, seraya menekankan bahwa setiap tindakan penyelidikan harus dilandasi akurasi hukum dan profesionalisme etik.
Marten Basaur, dalam keterangannya, menyampaikan bahwa ia tidak menutup mata terhadap kemungkinan pelanggaran administrasi dalam aktivitas pertambangannya. Namun, ia mempertanyakan diskriminasi penegakan hukum yang hanya menyasar dirinya di tengah maraknya aktivitas pertambangan ilegal lain di wilayah Pohuwato.
“Dari ratusan alat berat yang beroperasi, hanya saya yang diperlakukan seperti ini. Ini bukan penegakan hukum, ini bentuk intimidasi yang terstruktur,” tegas Marten, sembari menyebutkan bahwa terdapat sekitar 61 hingga 62 unit alat berat lain yang beroperasi di Kecamatan Dengilo, namun tak tersentuh tindakan hukum serupa.
Ia memberikan tenggat waktu satu minggu kepada Polda Gorontalo untuk memberikan tanggapan yang proporsional dan akuntabel atas laporannya. “Jika tidak ada respons konkret dalam waktu satu minggu, saya akan membawa perkara ini ke Mabes Polri. Saya percaya bahwa keadilan tetap memiliki tempat di republik ini,” tegasnya.
Sementara itu, Kabid Propam Polda Gorontalo, Kombes Pol Afri Darmawan, S.I.K., M.H., saat dikonfirmasi media, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima laporan resmi dari Marten Basaur. Ia menegaskan bahwa setiap laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik oleh anggota kepolisian akan ditindaklanjuti secara objektif dan prosedural.
“Kami akan memverifikasi seluruh informasi yang disampaikan. Bila terbukti ada tindakan tidak profesional dalam proses penyelidikan, maka yang bersangkutan akan diproses sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya.
Laporan ini menjadi penanda penting bahwa ekspektasi publik terhadap profesionalisme dan integritas aparat penegak hukum semakin meningkat. Langkah Marten Basaur membuka ruang diskusi kritis mengenai perlunya reformasi dalam prosedur penyelidikan yang mengedepankan prinsip legalitas, keadilan, dan transparansi dalam pelaksanaan tugas penyidik kepolisian.
Polemik ini kini menjadi sorotan publik Gorontalo, dan akan menjadi ujian nyata bagi Divisi Propam dalam membuktikan komitmen institusi Polri terhadap penegakan kode etik dan prinsip profesionalisme internal.
TimRedaksi