Jakarta, KABARJejakkasus.id – Dalam upaya menegakkan prinsip keadilan dan supremasi hukum, Marten Basaur, secara resmi menyambangi Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dan diterima langsung oleh Anggota Komisi III, Bambang Soesatyo, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Kehadiran Marten merupakan bentuk protes dan penyampaian aspirasi terhadap pola penegakan hukum di Provinsi Gorontalo, khususnya terhadap dugaan tindakan arogansi dan penyalahgunaan wewenang oleh Kapolres Boalemo dan jajarannya.
Menurut kuasa hukum Marten Basaur, Rahman Sahi, S.H., M.H., kunjungan tersebut juga menyoroti pola tindakan aparat yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip-prinsip pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, serta prinsip legalitas dalam KUHAP yang wajib dijadikan rujukan oleh aparat penegak hukum.
“Memang benar, Pak Marten sudah bertemu langsung dengan Komisi III DPR RI. Pertemuan itu membahas tindakan yang dianggap arogan serta pelaksanaan penegakan hukum yang dirasakan tidak adil dan masih terkesan tebang pilih,” ujar Rahman saat dikonfirmasi, Selasa (17/06/2025).
Lebih lanjut, Rahman menyampaikan tiga poin penting yang menjadi inti pembahasan dalam pertemuan tersebut:
1. Dugaan Arogansi dan Tidak Melayani Masyarakat Sipil dengan Baik oleh Kapolres Boalemo
Sikap dan tindakan Kapolres Boalemo terhadap warga sipil dinilai tidak mencerminkan etika pelayanan prima yang seharusnya melekat dalam jabatan publik. Ketidakresponsifan, sikap tertutup, dan perlakuan intimidatif yang dirasakan masyarakat menjadi sorotan utama dalam pengaduan. Tindakan ini dianggap bertentangan dengan Pasal 4 UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2. Ketimpangan Prosedural dalam Penegakan Hukum
Penegakan hukum yang dilakukan aparat terindikasi tidak berjalan secara objektif dan terstandarisasi. Beberapa pihak justru tidak tersentuh oleh proses hukum, sementara pihak lain diproses dengan pendekatan represif. Hal ini dianggap melanggar prinsip kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law) sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.
3. Desakan Evaluasi terhadap Kinerja Polres Boalemo dan Polda Gorontalo
Marten Basaur melalui tim hukumnya mendorong Komisi III DPR RI untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pola kerja, mekanisme penyelidikan dan penyidikan oleh jajaran Polres Boalemo, termasuk Polda Gorontalo secara umum. Evaluasi ini penting untuk memastikan tidak terjadi praktik penyimpangan atau pelanggaran kode etik profesi sebagaimana diatur dalam Perpol No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri (KEPP).
Rahman menegaskan bahwa masyarakat berhak memperoleh perlakuan adil dari aparat negara tanpa diskriminasi. Karena itu, menurutnya, upaya klarifikasi resmi seperti ini menjadi bentuk kontrol publik yang sah dalam kerangka negara demokrasi.
“Kami telah menyerahkan dokumen awal kepada Komisi III DPR RI hari ini, dan besok, Rabu 18 Juni 2025, laporan resmi dan lengkap akan kami daftarkan sebagai pengaduan tertulis,” tambahnya.
Hingga rilis ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari Kapolres Boalemo, Polda Gorontalo, maupun pihak lain yang terkait. Tim hukum Marten menekankan pentingnya respons terbuka dari institusi kepolisian guna mencegah berkembangnya opini publik yang tidak sehat dan potensi krisis kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum.
“Jika hingga waktu yang wajar tidak ada langkah korektif dari pihak kepolisian, maka kami akan menempuh jalur hukum lain, termasuk mengadu ke Komnas HAM, Kompolnas, hingga Ombudsman RI,” tandas Rahman.
Penegakan hukum hanya akan memiliki legitimasi apabila dilandasi oleh asas legalitas, proporsionalitas, dan non-diskriminasi. Tidak boleh ada satu pun aparat negara yang bertindak di luar kewenangan konstitusionalnya, apalagi menggunakan kekuasaan untuk menekan masyarakat sipil. Rakyat berhak bersuara, dan DPR wajib mendengar.
Tim-Redaksi