Pohuwato (kabarjejakkasus.id) — Kabupaten Pohuwato yang dua tahun lalu dielu-elukan sebagai daerah eliminasi malaria kini justru terjerumus ke jurang krisis kesehatan ganda: kasus luar biasa (KLB) malaria dan lonjakan kematian bayi.
Ironisnya, semua ini terjadi di bawah kepemimpinan Kepala Dinas Kesehatan Fidi Mustafa, S.KM., M.Si., yang kini disorot keras publik karena dianggap gagal menjalankan fungsi dasar pelayanan kesehatan masyarakat.
Di berbagai desa, kemarahan warga kian nyata. Salah satunya datang dari Usman Nggilu, warga Desa Duhiadaa, yang menilai Dinas Kesehatan hanya sibuk mencari kambing hitam.
“Tambang di sini sudah lama ada, tapi dulu tidak pernah sampai segini parah. Jadi jangan terus sembunyikan kegagalan dengan alasan tambang!” tegasnya, Jumat (10/10/2025).
Ucapan itu menggambarkan satu hal: rakyat sudah kehilangan kepercayaan.
Program pencegahan malaria disebut tak berjalan, pengawasan lapangan lemah, dan edukasi masyarakat nyaris nihil. Banyak pos kesehatan terlihat tanpa aktivitas berarti, sementara angka kasus terus meroket.
Padahal, catatan publik menunjukkan bahwa Pohuwato pernah bebas malaria justru saat aktivitas tambang liar sudah marak. Artinya, alasan klasik soal tambang tidak lagi bisa diterima.
Yang rusak bukan alamnya, melainkan sistem dan kepemimpinan yang gagal membaca situasi dan bertindak cepat.
Kini, situasi diperparah dengan lonjakan kematian bayi yang meningkat signifikan dalam beberapa bulan terakhir.
Sumber internal puskesmas menyebut banyak kasus kematian terjadi karena lambannya penanganan, minimnya tenaga medis di lapangan, serta lemahnya pengawasan gizi dan kesehatan ibu hamil.
Ironisnya, persoalan dasar seperti alat kesehatan rusak, kekurangan obat, dan keterlambatan rujukan masih saja terjadi — tanda bahwa sistem pengawasan Dinas Kesehatan nyaris kolaps.
Kematian bayi adalah cermin paling telanjang dari kegagalan negara melindungi warganya. Dan di Pohuwato, cermin itu kini retak di tangan Dinas Kesehatan sendiri.
Sementara Kementerian Kesehatan belum angkat suara, masyarakat sudah mengambil kesimpulan sendiri.
“Kalau dulu bisa bebas malaria, berarti yang rusak sekarang bukan alamnya tapi sistem kerjanya,” sindir Supirman, tokoh masyarakat setempat.
Desakan agar Bupati Pohuwato dan DPRD segera turun tangan melakukan evaluasi total terhadap pimpinan Dinas Kesehatan kini semakin keras.
Publik menilai, sudah terlalu lama dinas berlindung di balik alasan teknis, sementara nyawa rakyat terus melayang tanpa solusi.
Jika seorang kepala dinas tidak lagi mampu memimpin dengan hati nurani dan tanggung jawab, maka mundur dari jabatan bukanlah aib — tetapi bentuk kehormatan terakhir sebelum rakyat benar-benar muak dan kehilangan kepercayaan pada pemerintah daerahnya sendiri.
















