Gorontalo, kabarjejakkasus.id 16 Mei 2025 – Dugaan aktivitas tambang ilegal yang telah menjalar hingga ke kawasan Cagar Alam Potabo, Desa Hulawa, Kecamatan Buntulia, Kabupaten Pohuwato, kembali menjadi sorotan publik. Temuan ini menempatkan integritas pengelolaan sumber daya alam dalam ujian serius, terlebih ketika nama seorang pejabat publik, Kepala Desa berinisial KR, disebut-sebut memiliki keterlibatan langsung dalam aktivitas yang melanggar hukum tersebut.
Aktivis dari Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) Gorontalo, Ato Hamzah, saat dikonfirmasi dalam keterangannya pada Sabtu, 10 Mei 2025, menilai bahwa keterlibatan aparatur negara dalam praktik tambang ilegal di wilayah konservasi bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan bentuk pengkhianatan terhadap prinsip hukum dan amanah jabatan.
Jika benar aktivitas tambang ini telah masuk ke kawasan Cagar Alam, maka kita sedang berhadapan dengan kejahatan ekologis yang berat. Negara tidak boleh abai. KR harus diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tegas Ato Hamzah.
Ia menambahkan bahwa kawasan Cagar Alam memiliki fungsi ekologis vital yang dilindungi oleh kerangka hukum yang kuat. Eksploitasi terhadap wilayah ini secara ilegal jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta sejumlah regulasi lainnya seperti UU Kehutanan, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, hingga UU tentang Pemerintahan Desa.
Selain menyoroti dugaan keterlibatan KR, Ato juga menyampaikan kritik tajam terhadap lemahnya fungsi pengawasan dari instansi terkait seperti Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Pohuwato, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), hingga aparat penegak hukum setempat.
“Diamnya lembaga pengawas adalah bentuk pembiaran sistemik yang berpotensi melemahkan supremasi hukum. Penegakan hukum lingkungan seharusnya tidak selektif, dan lembaga pengawasan wajib bertindak cepat dan tegas,” tambahnya.
LAI Gorontalo dalam hal ini mendesak tiga langkah konkret: proses hukum secara terbuka terhadap oknum KR, penghentian total aktivitas tambang ilegal di kawasan hutan dan cagar alam, serta evaluasi menyeluruh terhadap institusi pengawas yang dinilai abai dalam menjalankan fungsinya.
Cagar Alam, menurut Ato, bukan hanya kawasan terlarang bagi aktivitas ekonomi jangka pendek, tetapi juga simbol komitmen bangsa terhadap keberlanjutan lingkungan hidup dan keadilan antargenerasi.
Hingga berita ini dirilis, belum ada tanggapan resmi dari pihak KR. Upaya klarifikasi oleh berbagai pihak masih belum membuahkan hasil.
TimRedaksi