Gorontalo, KABARjejakkasus.id – Eskalasi ketegangan antara aparat penegak hukum dan penambang rakyat di Gorontalo kembali mencuat ke permukaan. Marten, tokoh penambang asal Boalemo, melalui kuasa hukumnya Rahman Sahi, SH, MH, resmi melaporkan Kapolres Boalemo, AKBP Sigit Rahayudi, ke Divisi Propam Polda Gorontalo pada Senin (03/07/25). Laporan tersebut mencakup dugaan pelanggaran etika, tindakan intimidatif, hingga kekerasan fisik yang dinilai mencederai prinsip-prinsip profesionalisme kepolisian. Kasus ini pun disebut akan dibawa hingga ke Mabes Polri.
Rahman Sahi menjelaskan kepada media bahwa pelaporan ini bermula dari insiden di Mapolres Boalemo. Ia dan kliennya mendatangi Mapolres untuk meminta klarifikasi terkait kehadiran aparat di lokasi tambang mereka tanpa surat tugas resmi. Namun, alih-alih mendapatkan klarifikasi, mereka justru mendapatkan perlakuan yang dinilai arogan dari Kapolres.
“Kapolres membentak, menunjuk-nunjuk, dan bahkan menendang kaki klien saya. Tindakan ini tidak hanya melukai harga diri klien kami, tetapi juga mencederai etika kepolisian,” ujar Rahman Sahi. Ia menambahkan bahwa tindakan Kapolres tersebut melanggar empat etika utama dalam Peraturan Polri, yaitu etika kenegaraan, kemasyarakatan, kepribadian, dan kelembagaan.
Sementara Martin, klien Rahman Sahi, menilai insiden tersebut sebagai bagian dari pola intimidasi yang lebih luas terhadap penambang rakyat. Ia mengaku sering didatangi oknum aparat tanpa seragam dan surat tugas resmi, disertai ancaman. Ada yang mengaku dari Krimsus Polda Gorontalo, bahkan ada yang menyebut diri sebagai “Tim Joker”.
Marten mengklaim adanya dugaan praktik “setoran” sebesar Rp30 juta per unit alat tambang setiap bulan. Bila tidak dipenuhi, para penambang disebut harus menghadapi risiko penyitaan alat. Ia bahkan menyebut sudah dua kali mengalami intimidasi dan mendapat ancaman pembunuhan.
“Kalau hukum ditegakkan tanpa pilih kasih, kami tak akan pernah takut. Tapi kalau oknum bersenjata justru jadi alat tekanan, kami harus bicara dan melapor,” tegasnya.
Rahman Sahi menambahkan bahwa tekanan serupa juga terjadi di Kabupaten Pohuwato. Di Pohuwato, operasi penertiban dilakukan dengan dalih kawasan cagar alam, padahal lokasi tambang mereka tidak termasuk dalam zona tersebut. Di Boalemo, tindakan aparat juga dilakukan tanpa dokumen resmi.
Menanggapi laporan tersebut, AKBP Sigit Rahayudi membantah melakukan kekerasan fisik. Ia menyatakan hanya menunjukkan ketegasan dalam menjalankan tugas dan membantah adanya kata-kata kasar. ia menantang untuk memeriksa rekaman video kejadian tersebut.
“Kalau dalam pelayanan kepada masyarakat ada kekhilafan atau kurang profesional, saya mohon maaf. Itu pun sudah saya sampaikan langsung,” ungkapnya.
AKBP Sigit juga menyatakan kesediaannya untuk menjalani proses evaluasi secara profesional dan meminta maaf atas kekurangan dalam pelayanan kepada masyarakat. ia menjadwalkan klarifikasi lanjutan pada Rabu, 4 Juni 2025, pukul 10.00 WITA.
Hingga berita ini diturunkan, redaksi masih menunggu tanggapan resmi dari Polda Gorontalo mengenai keberadaan “Tim Joker” dan dugaan pungutan liar dalam operasi penertiban tambang rakyat di Gorontalo.
Tim Redaksi